* kepada: HM. Muzammil Basyuni
memasuki kota Damaskus Tua,
aku disambut hiruk-pikuk pasar Hamidiyeh dan
deru mesin-mesin genset kios yang menderu
lantaran padam gilir listrik menggulirnya
tiba-tiba aku disedot lorong waktu,
di ujung lorong kulihat aura magis,
di ujung lorong kudengar deru lain,
deru derap kuda perang berlari kencang
meninggalkan kepul debu beruntaian
sang penunggang,
lelaki perkasa yang baju perang, tameng,
dan pedangnya adalah iman membaja
lelaki perkasa yang gemerincing baju perangnya
terus berpantulan pada dinding-dinding sejarah
lelaki perkasa yang kibas dan kilap pedangnya
menyilau laskar salib hingga lunglai
lelaki perkasa yang teguh imannya menegak panji
membakar semangat laskarnya dengan barzanji
tetapi, wahai
sesungguhnya sang perkasa
tak sedang bergegas ke medan tempur untuk membinasa
lihatlah sang perkasa menanggalkan
baju perang, tameng, dan pedangnya
lalu menukar itu semua dengan gamis sahaja saja
lalu samar laksana tabib menelusur resah laskar salib
dijumpainya panglima salib yang lunglai pasi dalam sakit
: lalu sembuh maka sembuhlah
tetapi, wahai
bertanya panglima musuh pada sang tabib sahaja
dari mana gerangan asalmu, tabib penyembuhku?
: atas kehendak Allah, tuan sembuh
aku lahir di Tikrit, berasal dari kedamaian dan cinta
: aku Shalahuddin Al-Ayyubi
Damaskus, 08.09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar