* kepada: HM. Muzammil Basyuni
memasuki kota Damaskus Tua,
aku disambut hiruk-pikuk pasar Hamidiyeh dan
deru mesin-mesin genset kios yang menderu
lantaran padam gilir listrik menggulirnya
tiba-tiba aku disedot lorong waktu,
di ujung lorong kulihat aura magis,
di ujung lorong kudengar deru lain,
deru derap kuda perang berlari kencang
meninggalkan kepul debu beruntaian
sang penunggang,
lelaki perkasa yang baju perang, tameng,
dan pedangnya adalah iman membaja
lelaki perkasa yang gemerincing baju perangnya
terus berpantulan pada dinding-dinding sejarah
lelaki perkasa yang kibas dan kilap pedangnya
menyilau laskar salib hingga lunglai
lelaki perkasa yang teguh imannya menegak panji
membakar semangat laskarnya dengan barzanji
tetapi, wahai
sesungguhnya sang perkasa
tak sedang bergegas ke medan tempur untuk membinasa
lihatlah sang perkasa menanggalkan
baju perang, tameng, dan pedangnya
lalu menukar itu semua dengan gamis sahaja saja
lalu samar laksana tabib menelusur resah laskar salib
dijumpainya panglima salib yang lunglai pasi dalam sakit
: lalu sembuh maka sembuhlah
tetapi, wahai
bertanya panglima musuh pada sang tabib sahaja
dari mana gerangan asalmu, tabib penyembuhku?
: atas kehendak Allah, tuan sembuh
aku lahir di Tikrit, berasal dari kedamaian dan cinta
: aku Shalahuddin Al-Ayyubi
Damaskus, 08.09
seseorang menilasi sejarahnya sendiri bersama buku harian bersawan// yang lembar-lembarnya penuh catatan// yang ditulis dengan pena tak berdawat// ia merinding membaca neraca utang - piutangnya pada sang cukong : kehidupan.
Minggu, 23 Mei 2010
Sketsa-Sketsa Kota Damaskus
(1)
dari sebuah kolong jalan layang kota Damaskus
kutatap kota yang terus merayapi lembah,
membungkus bukit Qasyun
batu-batu kota baru mengucap salam perpisahan
pada batu-batu kota tua yang menggelugur oleh usia
dan beradaban yang membuat mereka gerah pada farwa
(2)
di belakang, sebaris lelaki renta badui arab
menggulir tasbih lapuk nasib mereka
di hadapan, penjaja kupon undian berhadiah
nyalang tawarkan mimpi tentang nasib baru
(3)
dalam ketukan kuda gurun
pada belitan lempeng logam yang membebat
penjaja tammer hindi menggendong teko,
mempermainkan air dengan gelas yang dahaga
: kami berdagang dan diperdagangkan
(4)
dari leher bukit Qasyun
memandang hamparan kota
pada siang,
tanah bebatuan sewarna kopi susu
membentuk kardus tumpang-susun
serupa kandang merpati
pada malam,
karpet beludru pekat disulam beribu menara masjid
bermote kerlip lampu bagai rasi
menggores liuk imaji kaligrafi
dari leher bukit Qasyun
: Damaskus memandangi dirinya sendiri
Damaskus, 08.09 – Serpong, 09.09
dari sebuah kolong jalan layang kota Damaskus
kutatap kota yang terus merayapi lembah,
membungkus bukit Qasyun
batu-batu kota baru mengucap salam perpisahan
pada batu-batu kota tua yang menggelugur oleh usia
dan beradaban yang membuat mereka gerah pada farwa
(2)
di belakang, sebaris lelaki renta badui arab
menggulir tasbih lapuk nasib mereka
di hadapan, penjaja kupon undian berhadiah
nyalang tawarkan mimpi tentang nasib baru
(3)
dalam ketukan kuda gurun
pada belitan lempeng logam yang membebat
penjaja tammer hindi menggendong teko,
mempermainkan air dengan gelas yang dahaga
: kami berdagang dan diperdagangkan
(4)
dari leher bukit Qasyun
memandang hamparan kota
pada siang,
tanah bebatuan sewarna kopi susu
membentuk kardus tumpang-susun
serupa kandang merpati
pada malam,
karpet beludru pekat disulam beribu menara masjid
bermote kerlip lampu bagai rasi
menggores liuk imaji kaligrafi
dari leher bukit Qasyun
: Damaskus memandangi dirinya sendiri
Damaskus, 08.09 – Serpong, 09.09
Suatu Malam di Bukit Qasyun; Anggap Saja
di sisi jalan berbedeng pada lereng bukit Qosyun
- sembari menikmati panorama malam kota Damaskus
sekerumunan orang merampak dalam tepuk dan senandung
ditingkahi gambus dalam petikan sumbang
anggap saja syairnya terdengar begini;
lihatlah bulan sepotong seperti gadis
yang urai rambutnya menutup separuh wajah,
sibaklah sebagai engkau telah membuka hijabmu
lihatlah kota Damaskus bermandi cahaya,
meski sebagian berlilin digilir padam
lihatlah bulan sepotong seperti gadis
yang urai rambutnya menutup separuh wajah
dalam musim panas tiga purnama
mari berkumpul di taman-taman kota
di bawah bulan merah saga
anggap saja
: aku cakap bercakap arab
Damaskus, 08 . 09
- sembari menikmati panorama malam kota Damaskus
sekerumunan orang merampak dalam tepuk dan senandung
ditingkahi gambus dalam petikan sumbang
anggap saja syairnya terdengar begini;
lihatlah bulan sepotong seperti gadis
yang urai rambutnya menutup separuh wajah,
sibaklah sebagai engkau telah membuka hijabmu
lihatlah kota Damaskus bermandi cahaya,
meski sebagian berlilin digilir padam
lihatlah bulan sepotong seperti gadis
yang urai rambutnya menutup separuh wajah
dalam musim panas tiga purnama
mari berkumpul di taman-taman kota
di bawah bulan merah saga
anggap saja
: aku cakap bercakap arab
Damaskus, 08 . 09
Tiin dan Zaitun
aku mencecapmu di sini, di Damaskus
: kaliankah itu dalam kitab suci?
bertanyalah pada ahli tafsir
lalu maknai manis dan getir hidup ini,
: katamu.
Damaskus, 08.09
: kaliankah itu dalam kitab suci?
bertanyalah pada ahli tafsir
lalu maknai manis dan getir hidup ini,
: katamu.
Damaskus, 08.09
Autobiografi
seseorang menilasi sejarahnya sendiri
bersama buku harian bersawan
yang lembar-lembarnya penuh catatan
yang ditulis dengan pena tak berdawat
ia merinding
membaca neraca utang - piutangnya
pada sang cukong
: kehidupan.
Serpong, 08.09
bersama buku harian bersawan
yang lembar-lembarnya penuh catatan
yang ditulis dengan pena tak berdawat
ia merinding
membaca neraca utang - piutangnya
pada sang cukong
: kehidupan.
Serpong, 08.09
Surat Cinta
Langganan:
Postingan (Atom)